Senin, 22 Juli 2024

Menelisik Warisan Budaya Ritual Muwon Namo di Festival Suku Batin IX Kenduri Swarnabhumi

 

Menelisik Warisan Budaya Ritual Muwon Namo di Festival Suku Batin IX Kenduri Swarnabhumi

Warisan budaya tradisi kuno Ritual Muwon Namo di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi yang telah lama hilang kembali digelar pada Festival Suku Batin IX.

Festival Suku Batin IX yang berlangsung pada 20-22 Juli 2024 di Desa Muaro Singoan ini menjadi festival budaya pertama dalam rangkaian Kenduri Swarnabhumi 2024 yang turut didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Ritual Muwon Namo merupakan warisan budaya yang dilakukan Suku Batin IX dalam permohonan kepada Sang Maha Kuasa untuk menurunkan hujan demi kesuburan dan berkah bagi tanah dan masyarakat. "Ritual ini dihadirkan demi mengingat kembali nilai yang terkandung dalam warisan budaya masyarakat setempat," ujar Direktur Lokal Festival Kabupaten Batanghari Agung Habibilah, yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Minggu (21/7/2024).

Dia lalu memberikan alasan terhadap pelestarian ritual Muwon Namo yang disajikan dalam festival ini.

"Ritual Muwon Namo ini sudah lama ditinggalkan masyarkat. Namun, melalui festival ini, kita menunjukkan kepada masyarakat bahwa kebudayaan yang diwariskan leluhur perlu kita jaga dan lestarikan," ucap Agung.

Agung berharap, dengan dilaksanakannya Ritual Muwon Namo di Festival Suku Batin IX ini bisa memberi gambaran betapa pentingnya menjaga nilai-nilai leluhur.

Dia menilai, Ritual Muwon Namo perlu dipandang sebagai warisan budaya yang perlu dijaga agar memberi dampak positif bagi keberlanjutan kearifan lokal.

"Semoga tradisi kita dikenal masyarakat luas, tidak hanya masyarakat Jambi tapi masyarakat luar berbagai daerah," tutup Agung.

Pemimpin Ritual Muwon Namo Festival Suku Batin IX Datuk Raden Sulaiman menambagkan, perlu persiapan khusus untuk menggelar ritual dan asal muasal ritual Muwon Namo.

"Ritual Muwon Namo membutuhkan persiapan khusus. Beberapa bahan yang harus disediakan antara lain minyak wangi, kemenyan, kapur sirih, dan kain hitam. Persiapan ini penting untuk memastikan ritual berjalan dengan khidmat dan lancar," urai pria bergelar adat Datuk Raden Mudo Mulyo ini.

Dia menyebut, ritual ini dilaksanakan di pinggir Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari, terutama saat musim kemarau dengan tujuan untuk meminta hujan demi membantu pertanian tumbuh subur.

"Adapun warisan lisan asal usul ritual ini dimulai dari pasangan suami-istri Suku Batin Sembilan yang tinggal di tengah hutan," ucap Datuk Raden.

"Sang istri menemukan dua telur ular yang dibawa kerumah dan tak sengaja dikonsumsi oleh suaminya. Seketika sang suami merasakan panas pada tubuhnya dan terus menerus meminum air hingga aliran air sekitar habis," sambung dia.

 

Atas dasar itu, lanjut Datuk Raden Sulaiman, sang istri mengambil kuali dapur (wadah memasak telur) sebagai media melaksanakan ritual memanggil hujan. Ritual inilah yang diyakini sebagai ritual yang dilakukan Raden Ontar.

"Raden Ontar ini anak dari Raden Nagosari yang merupakan keturunan Kerajaan Majapahit," kata dia.

Agung memaparkan, Raden Ontar memiliki sembilan anak bernama Singo Jayo, Singo Jago, Singo Pati, Singo Arum, Singo Besak, Singo Laut, Singo Delago, Singo Mangolok, dan Singo Ano.

Kesembilan sungai yang dikenal dalam cerita mereka, lanjut dia, antara lain Sungai di Jebak, Sungai di Desa Muaro Singoan, Sungai di Bahar, Sungai Serisak, Sungai Cikadas, Sungai Pemusiran, Sungai Burung Hantu, Sungai Muara Bulian, dan Sungai Muaro Singoan.

"Anak bungsu, Raden Singo Ano bertugas menjaga Sungai Muaro Singoan dan tinggal di Dusun Sialang Pungguk, dikenal sebagai Raja Singo Ano," ucap Datuk Raden Sulaiman

"Pada suatu ketika, musim kemarau panjang melanda Dusun Sialang Pungguk (Seberang Desa Muaro Singoan), menyebabkan kekeringan yang parah. Aliran Sungai Singoan mengering, tumbuhan mati, dan sumber makanan dari sungai hilang. Masyarakat menganggap kekeringan ini sebagai kutukan dari dewa hujan," sambung dia.

Untuk mengatasi situasi ini, kata Datuk Raden Sulaiman, masyarakat memutuskan melakukan ritual Muwon Namo untuk meminta hujan. Ritual dimulai dengan melepaskan ayam jantan sebagai persembahan di makam Rajo Singo Ano.

"Jadi jika Raden Ontar tak melaksanakan Muwon Namo, mungkin generasi hari ini tidak mengenal tradisi itu," terang Datuk Raden Sulaiman.